Pages

Labels

Rabu, 10 April 2013

Incenerator

INCENERATOR 

Selama ini sampah menjadi masalah serius terutama di perkotaan. Banyak tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di permukiman penduduk, mencemari udara dan air tanah, dan menjadi tempat berkembang biak binatang maupun bakteri pembawa penyakit. Setelah berhari-hari menumpuk dan membusuk di TPS, sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Puluhan truk pengangkut sampah melewati jalan umum, menebarkan bau tidak sedap dan bisa menyebarkan penyakit. Di TPA sampah juga hanya dibiarkan menumpuk, menggunung, mencemari udara,

kanker

Kanker Serviks: Ciri-ciri, Penyebab, dan Pencegahan Kanker Serviks


kanker serviks atau yang disebut juga sebagai kanker mulut rahim merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak ditakuti kaum wanita. Berdasarkan data yang ada, dari sekian banyak penderita kanker di Indonesia, penderita kanker serviks mencapai sepertiga nya. Dan dari data WHO tercatat, setiap tahun ribuan wanita meninggal karena penyakit kanker serviks ini dan merupakan jenis kanker yang menempati peringkat teratas sebagai penyebab kematian wanita dunia.

Sabtu, 06 April 2013

ANALISA GAS DARAH




ANALISA GAS DARAH


BAB I
PENDAHULUAN


          Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH), jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan mengambil karbondioksida dalam darah. Analisa gas darah meliputi PO2, PCO3, pH, HCO3, dan saturasi O2.
          Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) , cara pengambilan sampel

Jumat, 05 April 2013


BAB I
KRIPTORKIDISME

  1. Definisi Kriptorkidisme
Kriptorkidisme/Kriptorkismus/Undescended testis adalah kegagalan satu atau kedua testis untuk turun ke dalam skrotum. Kriptorkidisme terdapat sejak lahir dan sering terjadi pada bayi yang lahir premature. Bagi sebagian besar bayi yang lahir dengan keadaan ini, testis akan turun sendiri dalam tahun pertama setelah lahir. Apabila tidak terjadi penurunan, maka testis akan tetap berada dalam lingkungan dengan suhu yang lebih tinggi daripada suhu optimum untuk spermatogenesis. Kuantitas dan kualitas sperma dapat terganggu sehingga terjadi infertilitas. Kriptorkidisme berkaitan dengan peningkatan resiko gangguan reproduksi congenital lain yang mungkin secara terpisah mempengaruhi kesuburan. Fungsi seks pria dan karakteristik seks sekunder normal. Penyebab kriptorkidisme belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan keterlambatan perkembangan atau halangan mekanis bagi penurunan testis ( Elisabeth J. Corwin, 2009).
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi danorchis yang dalam bahasa latin disebut testis. Nama lain dari kriptorkismus adalahundescended testis(UDT), testis ektopik ataupun pseudo kriptorkismus. Testis yang berlokasi di luar jalur desensus yang normal disebut sebagai testis ektopik, sedangkan testis yang terletak tidak di dalam skrotum tetapi dapat didorong masuk ke dalam skrotum dan menaik lagi bila dilepaskan dinamakan pseudokriptorkismus atau testis retraktil.  

  1. Fisiologi Testis
Menjelang akhir bulan kedua testis dan mesonefros dilekatkan pada dinding belakang perut melalui mesenterium urogenital. Dengan terjadinya degenerasi mesonefros pita pelekat tersebut terutama berperan sebagai mesenterium testis.ke arah kaudal mesenterium ini menjadi ligamentum dan di kenal sebagai ligamentum genitale caudale.
Di dalam daerah inguinal, ligamentum genitale caudale bersambungan dengan sebuah pita mesenkim, yang selanjutnya bersambungan kedalam suatu pemadatan mesenkim di dalam tonjolan kelamin(scrotum). Bersama sama ketiga unsur tadi di sebut gibernaculum testis. Sebagai akibat pertumbuhan tubuh yang cepat dan kegagalan gibernaculum testis untuk memanjang sesuai pertumbuhan tubuh ini, testis turun di bawah tingkat asalnya.Menjelang bulan ketiga,testis terletak dekat daerah inguinal.
Oleh karena itu gerak turun testis bukan merupakan suatu migrasi aktif, tetapi suatu pergeseran letak relatif terhadap dinding tubuh. Hantaran darah dari aorta tetap di pertahankan dan pembuluh pembuluh testikularis berjalan turun dari tingkat lumbal asalnya ke daerah inguinal. Terlepas dari gerak turun testis, peritonium rongga selom membentuk suatu penonjolan di sisi kiri dan kanan garis tengah ke dalam dinding ventral perut. Penonjolan ini mengikuti perjalanan gubernakulum testis ke dalam tonjolan dinding scrotum dan di kenal sebagai processus vaginalis. Oleh karena itu prosessus vaginalis disertai lapisan otot dan jaringan ikat dinding perut menonjol ke dalam tonjolan skrotum, sehingga membentuk kanalis inguinalis. Gubernakulum testis tetap di ventral dan di luar processus vaginalis untuk selamanya. Testis bergerak turun melalui anulus inguinalis dan melintasi tepi atas tulang kemaluan ke dalam tonjolan scrotum waktu lahir. Testis kemudian di lapisi oleh selapis lipatan processus vaginalis. Lapisan peritonium yang meliputi testis di kenal sebagai tunica vaginalis testis lamina visceralis, bagian kantong peritonium membentuk lamina parietalis. Saluran sempit yang menghubungkan rongga processus dengan rongga peritonium, menutup pada saat lahir atau segera sesudah lahir. Gerak turun terakhir testis di sertai dengan suatu perpendekan suatu gubernaculum dan dipengaruhi juga oleh hormon seperti gondotropin dan androgen. Kegagalan dari semua proses di atas dapat menyebabkan suatu keadaan yang di kenal sebagai kriptorkismus.
Testis merupakan bagian alat genital pria yang di dalamnya terdapat beberapa struktur vital yang berperan dalam proses spermatogenesis selama kehidupan seksual aktif, sebagai akibat dari rangsangan oleh gonadotropin hipofisis anterior, yang dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup.
Beberapa organ  itu di antaranya terdapat tubulus seminiferus yang terdiri atas sejumlah besar sel epitel germinal yang disebut spermatogonia, terletak, terletak dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang  batas luar epitel tubulus. Spermatogonia terus menerus berproliferasi untuk memperbanyak diri, dan sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Spermatogenesis terjadi didalam testis melalui beberapa tahapan. Pada tahap pertama dari spermatogenesis, spermatogonia primitive berkumpul tepat di tepi membrane basal dari epitel germinativum,disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B.
Pada tahap ini, spermatogonia bermigrasi kearah sentral di antarai  sel-sel sertoli. Sel-sel sertoli ini sangat besar, dengan pembungkus sitoplasma yang berlebihan yang meluas dari lapisan sel spermatogonia sampai ke bagian tengah lumen dari lumen tubulus. Membrane sel-sel sertoli sangat kuat berlekatan satu sama lain pada bagian dasar dan bagian sisi, membentuk suatu lapisan pertahanan yang mencegah penetrasi dari kapiler-kapiler yang mengelilingi tubulus dari molekul-molekul protein yang besar seperti immunoglobulin yang mungkin mengganggu perkembangan lanjut dari spermatoginia menjadi spermatozoa. Namun spermatogonia yang sudah di persiapkan untuk menjadi spermatozoa menembus lapisan pertahanan ini dan menjadi terbungkus di dalam prosesus-prosesus sitoplasma dari sel-sel sertoli yang berlipat ke dalam. Hubungan yang erat dengan sel sertoli ini terus berlanjut di seluruh sisa perkembangan spermatozoa.

  1. Epidemologi Kriptorkismus
Besar insidensi undesensus testikulorum berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi baru lahir (3 – 6%), satu bulan (1,8%), 3 bulan (1,5%), Satu tahun (0,5 – 0,8%). Bayi lahir cukup bulan 3% diantaranya kriptorkismus, sedangkan yang lahir kurang bulan sekitar 33% . Pada berat badan bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram insidensi UDT 7,7% BBL 2000-2500 (2,5%), dan BBL diatas 2500 (1,41%) Insidensi kriptorkismus unilateral lebih tinggi dibanding kriptorkismus bilateral. Sedang insidensi sisi kiri lebih besar (kiri 52,1% vs kanan 47,9%). Dari suatu penelitian didapatkan prevalensi di dunia dari 4,3% - 4,9% pada saat lahir, 1% - 1,5% pada umur 3 bulan, dan 0,8% - 2,5% pada umur 9 bulan. Sedangkan diAS, prevalensi kriptorkismus sekitar 3,7% saat lahir dan 1,1% dari umur 1 tahun sampai dewasa,  di Inggris  insidensinya meningkat lebih dari 50% pada kurun waktu 1965 – 1985. di FKUI – RSUPCM kurun waktu 1987 – 1993 terdapat 82 anak kriptorkismus, sedang di FKUSU – RSUP. Adam Malik Medan kurun waktu 1994 – 1999 terdapat 15 kasus.

  1. Etiologi Kriptorkismus
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Dari hasil penelitian para ahli, menyatakan bahwa ada beberapa penyebab dari kriptorkismus di antarnya:

1.      Abnormalitas gubernakulum testis

Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan maldesensus testis.

2.      Defek intrinsik testis

Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi / disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.

3.      Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin

Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2 minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus unilateral.  Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis. Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada mamalia yang hipofisenya telah diangkat .
Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh androgen yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu kadar dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil testis mempunyai akses yang bebas ke skrotum. Toppari & Kaleva menyebut defek dari aksis hipotalamus-pituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis. Hormon utama yang mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh sel basofilik di pituitary anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan mempengaruhi mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada kelainan testis
Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia kongenital mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan O’Connor, Perreh dan O’Rourke melaporkan beberapa generasi kriptorkismus dalam satu keluarga. Juga ada penelitian yang menunjukkan tidak aktifnya hormon Insulin Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3 diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang diduga berperan ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus genitofemoralis

  1. Patogenitas Kriptorkismus
    1. Embriologi
Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi dari yolk sac ke-genital ridge. Dengan adanya gen SRY (sex determining region Y), maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7. Testis yg berisi prekursor sel-selSertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai aktif berfungsi sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian Inhibiting Factor), yang menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian. MIF juga meningkatkan reseptor androgen pada membran sel Leydig. Sel- Pada minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi chorionic gonadotropin yang dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan mensekresi testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi epididimys, vas deferens, dan vesika seminalis.
Ketika mesonepros mengalami degenerasi, suatu ligamen yang disebut gubernakulum akan turun pada masing-masing sisi abdomen dari pole bawah gonal melintas oblik pada dinding abdomen (yang kelak menjadi kanalis inguinalis) dan melekat pada labioscrotal swelling ( yang kelak menjadi skrotum atau labia majora). Kemudian kantong peritoneum yang disebut processus vaginalis berkembang pada masing-masing sisi ventral gubernakulum dan mengalami herniasi melalui dinding abdomen bawah sepanjang jalur yang dibentuk oleh gubernakulum. Masing-masing processua vaginalis  membawa perluasan dari lapisan pembentuk dinding abdomen, bersama-sama membentuk funikulus spermatikus. Lubang yang ditembus oleh processus vaginalis pada fascia transversalis menjadi anulus inguinalis internus, sedang lubang pada aponeurosis m. obliquus abdominis externus membentuk anulus inguinalis eksternus.
Sekitar minggu ke-28 intrauterine, testis turun dari dinding posterior abdomen menuju anulus inguinalis internus. Perubahan ini terjadi akibat pembesaran ukuran pelvis dan pemanjangan ukuran tubuh, karena gubernakulum  tumbuh tidak sesuai proporsinya, mengakibatkan testis berubah posisi, jadi penurunannya adalah proporsi relatif terhadap pertumbuhan dinding abdomen. Peranan gubernakulum pada awalnya adalah membentuk jalan untuk processus vaginalis selama pembentukan kanalis inguinalis, kemudian gubernakulum juga sebagai jangkar/ pengikat testis ke skrotum. Massa gubernakulum yang besar akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbbsi (Backhouse, 1966) Umumnya dipercaya bahwa gubenakulum tidak menarik testis ke skrotum. Perjalanan testis melalui kanalis inguinalis dibantu oleh peningkatan tekanan intra abdomen akibat dari pertumbuhan viscera abdomen.
Mekanisme yang berperan dalam proses turunnya testis belum sepenuhnya dimengerti, dibuktikan untuk turunnya testis ke skrotum memerlukan aksi androgen yang memerlukan aksis hipotolamus-hipofise-testis yang normal. Mekanisme aksi androgen untuk merangsang turunnya testis tidak diketahui, tetapi diduga organ sasaran androgen kemungkinan gubernakulum, suatu pita fibromuskuler yang membentang dari pole bawah testis ke bagian bawah dinding skrotum yang pada minggu-minggu terakhir intrauterin akan berkontraksi dan menarik testis ke skrotum. Posisi testis saat turun berada di posterior processus vaginalis (retroperitoneal) sekitar 4 minggu kemudian (umur 32 minggu) testis masuk skrotum. Ketika turun, testis membawa serta duktus deferens dan vasanya sehingga ketika testis turun, mereka terbungkus oleh perluasan dinding abdomen. Perluasan fascia transversalis membentuk fascia spermatica interna, m. obliqus abdominal membentuk fascia kremaster dan musculus kremaster dan apponeurosis m. obliqus abdomenus eksternal membentuk fascia spermatica externus di dalam skrotum. Masuknya testis di skrotum di ikuti dengan kontraksi kanalis inguinalis yang menyelubungi funikulus spermatikus. Selama periode perinatal processus vaginalis mengalami obliterasi, mengisolasi suatu tunica vaginalis yang membentuk suatu kantong yang menutupi testis.
Pada umumnya testis turun  pada skrotum secara sempurna pada akhir tahun pertama. Kegagalan testis turun tetapi masih pada jalur normalnya disebut UDT(undescensus testiculorum). Testis dapat berada sepanjang jalur penurunan, kadang setelah melewati kanalis inguinalis testis menyimpang dari jalur yang seharusnya, dan menempati lokasi abnormal. Hal ini disebut testis ektopik. Testis bisa terletak di interstitial (superfisial dari m. obliquus abdominis externus) di paha sisi medial, dorsal penis atau kontralateralnya. Diduga disebabkan oleh bagian gubernakulum yang melewati lokasi abnormal, dan testis kemudian mengikutinya.
Pendapat lain menyatakan bahwa penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2 fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual. Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal yang berbeda..
Dengan perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior.  Pada bulan ke-3 kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke-arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.
Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran calcitonin gene-related peptide(CGRP). Androgen akan merangsang nervus genitofemoral untuk mengeluarkan CGRP yang menyebabkan kontraksi ritmis dari gubernaculum. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini adalah tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari processus vaginalis melalui canalis inguinalismenuju skrotum. Proses penurunan testis ini masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.
Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan dimana epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk dua tahun pertama kehidupan. Sementara umur empat tahun terdapat penurunan spermatogonia sekitar 75 % sehingga menjadi subfertil / infertile
Setelah umur enam tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus seminiferus mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis di antara tubulus testis. Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis berukuran normal, tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik sehingga pasien menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh suhu tubuh dan biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus. Sehingga impotensi karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus  Penelitian dengan biopsi jaringan testis yang mengalami kriptorkismus menunjukkan tidak terjadi abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi maligna tidak dapat disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami undescensus testis.

  1. Klasifikasi Kriptorkismus
Kriptorkismus dapat diklasifikasi berdasarkan etiopatogenesis dan lokasi.
Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis:
1.      Mekanik/anatomik (perlekatan-perlekatan, kelainan kanalis inguinalis, dan lain-lain)
2.      Endokrin/hormonal (kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis)
3.      Disgenetik (kelainan interseks multiple)
4.      Herediter/genetik
Klasifikasi berdasarkan lokasi:
1.      Skrotal tinggi (supra skrotal) : 40%
2.      Intra kanalikular (inguinal) : 20%
3.      Intra abdominal (abdominal) : 10%
4.      Terobstruksi : 30%

Major, 1974  membagi kriptorkismus (dalam pengertian umum) membagi menjadi:
1.      Retensio Testis (dystopy of testicle). Diklasifikasikan sesuai tempatnya
a.       Abdominal testicle (retensi abdominal)
Canalicular testicle ( retensio canalicularis superior et inferior ): testis benar-benar tak teraba
b.      Inguinal testicle ( retensio inguinalis) : testis teraba di depan anulus inguinalis eksternus
c.       Testis reflexus (superfisial inguinal ectopy): bentuk paling umum. Testis sebenarnya tidak melenceng dari alur normal. Gubernakulum memandu testis menuju bagian bawah skrotum. Testis hanya bertempat di anterior aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus dan sesungguhnya ini bukan suatu testis ektopik

2.      The True Ectopic Testis
Di sini        testis melewati canalis inguinalis tetapi kemudian menempati daerah perineum, suprapubic dorsal pangkal penis, bawah kulit pangkal femur sisi medial.

3.      The Floating Testicle
Pada anak-anak kontraksi muskulus kremaster dapat mengangkat testis dari posisis normal menuju kanalis inguinalis. Refleks ini dipicu oleh rangsang dingin atau sentuhan. Jangan keliru menganggap posisi ini dengan retensi testis. Tipe ini dibagi menjadi :
a.       The Slidding Testicle ( Uper retractile type)
Testis dapat teraba dengan baik dari mid skrotum ke atas sampai di depan aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus di atas anulus inguinalis eksternus.
b.      The Pendulant testicle (Lower Retractile Type)
Testis bergerak bolak-balik antar bagian terbawah skrotum dan anulus inguinalis eksternus.





  1. Diagnosis
    1. Anamnesis
Diagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter pemeriksa pertama. Umumnya diawali orangtua membawa anak ke dokter dengan keluhan skrotum anaknya kecil. Dan bila disertai dengan hernia inguinalis akan dijumpai pembengkakan atau nyeri berulang pada skrotum. 
Anamnesis ditanyakan :
a)      Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum.
b)      Ada tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks,       prunne belly syndroma, dan kelainan endokrin lain
c)      Ada tidaknya riwayat UDT dalam keluarga
Tanda kardinal UDT ialah tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien dapat mengeluh nyeri testis karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis pubis. Pada dewasa keluhan UDT sering dihubungkan dengan infertilitas.

    1. Gejala Klinis
Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu belum mempunyai anak setelah menikah beberapa tahun. Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor testis.

    1. Pemeriksaan Fisik
                                                              i.      Penentuan Lokasi Testis
Beberapa posisi anak saat diperiksa supine, squatting, sitting . Pemeriksaan testis harus dilakukan dengan tangan hangat. Pada posisi duduk dengan tungkai dilipat atau keadaan relaks pada posisi tidur. Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan di skrotum sedangkan tangan yang lain memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior superior  menyusuri inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis retraksi karena pada anak refleks muskulus kremaster cukup aktif yang menyebabkan testis bergerak ke atas / retraktil sehingga menyulitkan penilaian.
Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi karena berhubungan dengan keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu terapi. Testis yang retraktil sudah turun saat lahir, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan di dalam skrotum kecuali anak relaks.

                                                            ii.      Penentuan Apakah Testis Palpable
1.      Testis teraba
Bila testis palpable beberapa kemungkinan antara lain :
(1)   testis retraktil 
(2)   UDT 
(3)   Testis ektopik 
                                                 (4). Ascending Testis Syndroma .  
Ascending Testis Syndroma ialah testis dalam skrotum /retraktil, tetapi menjadi lebih tinggi karena pendeknya funikulus spermatikus. Biasanya baru diketahui pada usia 8 -10 tahun. Bila testis teraba maka tentukan posisi, ukuran, dan konsistensi. Bandingkan dengan testis kontralateralnya.
2.      Bila impalpable testis
Kemungkinannya ialah :
(1)   intrakanalikuler
(2)   intraabdominal, 
(3)   Atrofi testis
(4)   Agenesis.
Kadang di dalam skrotum terasa massa seperti testis atrofi. Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis dan vas deferens yang bisa bersamaan dengan testis intraabdominal.  Impalpable testis biasanya disertai hernia inguinal. Pada bilateral impalpable testis sering berkaitan dengan anomali lain seperti interseksual, prone belly syndrome.


    1. Pemeriksaan Penunjang
                                                              i.      USG
Dilakukan bila testis impalpable dan merupakan modalitas pertama dalam menegakkan diagnosis dari kriptorkismus.
Beberapa alasan digunakan USG sebagai alat diagnose tambahan ialah:
a)      Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga aksesibilitas USG cukup baik
b)      Non invasive
c)      Mudah didapat
d)     Praktis/mudah dijadwalkan
e)      Murah
Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas derajat ringan sampai sedang, dan testis dewasa ekhogenitas derajat sedang.
USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke superfisial, dan tidak dapat mendeteksi testis di intraabdominal. Di luar negeri keberhasilannya cukup tinggi (60-65%), sementara FKUI hanya 5,9%. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman operator.

                                                            ii.      CT-Scan
Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat mendeteksi testis intraabdominal. Akurasi CT Scan sama baiknya dengan USG pada testis letak inguinal, sedangkan testis letak intraabdominal CT Scan lebih unggul ( CT Scan 96% vs USG 91%). False positif / negatif biasanya akibat pembesaran limfonodi, dapat dibedakan dengan testis karena adanya lemak di sekeliling limfonodi.

                                                          iii.      MRI
            Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus. Kelemahannya loop usus dan limfonodi dapat menyerupai kriptorkismus.
                                                          iv.      Angiografi
             Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium dengan MRI lebih akurat dibanding MRI tunggal.
    1. Penatalaksanaan
·         Sebagian besar kasus kriptorkidisme akan pulih ke normal secara spontan dalam 1 tahun. Apabila tidak terjadi penurunan spontan, maka dapat diberi terapi HCG yang dapat merangsang penurunan testis.
·         Apabila terapi hormone tidak efektif, diperlukan tindakan bedah untuk menentukan lokasi dan menurunkan testis kedalam skrotum. Tindakan bedah harus dilakukan pada usia sekitar 2 tahun.
·         Pemeriksaan testis oleh individu yang bersangkutan dan pemeriksaan regular oleh tenaga kesehatan perlu dilakukan untuk mendeteksi kanker testis secara dini.
·         Tindakan bedah dengan invasivitas minimal berupa insisi transuretra prostat (transurethral incision of the prostate, TUIP). Pada prosedur ini, kelenjar dibelah menjadi dua melalui tindakan bedah dengan mengurangi tekanan pada uretra. Laser digunakan untuk memisahkan prostat.
·         Prosedur dengan invasitas minimal lain untuk mengurangi ukuran prostat mencakup ablasi jarum transuretra, vaporisasi transuretra, dan terapi gelombang mikro transuretra.
·         Apabila sumbatan aliran urine parah, dapat dilakukan prostratektomi transuretra (transurethral prostatectomy, TURP) untuk mengangkat prostat yang membesar. Komplikasi yang terjadi dapat berupa disfungsi ereksi dan inkontinensia.
·         Mungkin perlu dipasang kateter permanen pada orang yang tidak ingin atau tidak dapat dioperasi.
·         Dianjurkan pemeriksaan rectum dengan jari setiap tahun dan pemeriksaan antigen spesifik prostat (prostate specific antigen, PSA) untuk mengidentifikasi keganasan yang dapat muncul dari sel-sel hiperplastik.
  1. Pengaruh Kriptorkismus Terhadap Fertilitas
Testis adalah kelenjar reproduksi esensial laki-laki untuk fertilitas dan untuk memproduksi sperma serta hormon testoteron dari saat pubertas sampai dewasa. Dalam perkembangan normal janin laki-laki, testis  turun dari rongga abdomen ke lokasinya di skrotum.
            Testis juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin, mengundang banyak masalah terutama mengenai infertilitas pada pria, yaitu kaitannya dengan reproduksi spermatozoa atau fungsi kelenjar asesoris yang merupakan elemen dari sistem reproduksi pria. Seperti diketahui, kelangsungan spermatogenesis maupun fungsi organ reproduksi lainnya, dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh hormon gonadotropin maupun hormon yang diproduksi oleh testis itu sendiri.
            Suatu keadaan dimana terjadi kegagalan penurunan dari testis dari rongga abdomen ke dalam skrotum yang disebut dengan kriptorkismus. Kadang-kadang, penurunan ini tidak terjadi atau terjadi tidak sempurna, sehingga salah satu atau kedua testis tetap berada dalam abdomen, dalam kanalis inguinalis atau di tempat  lain sepanjang jalur penurunannya. Kriptorkismus disebabkan oleh diferensiasi yang tidak sempurna  saat masa gestasi serta kelainan pada poros hipotalamus - hipofisis anterior -gonad yang dapat berpengaruh pada perkembangan testis serta berdampak pada pertumbuhan organ sekunder pria yang terhambat.
            Kriptorkismus merupakan suatu keadaan dimana testis tidak turun ke dalam skrotum baik salah satu atau keduanya. Testis yang tidak turun ke skrotum di akibatkan oleh hambatan sekresi testosterone pada testis  janin sehingga akan menyebabkan degenerasi epitel tubulus testis dan hanya meninggalkan struktur interstisial testis. Hal ini terjadi karena suhu testis sama dengan suhu tubuh.
           Testis yang tetap dalam rongga abdomen sepanjang hidup tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk sperma karena epitel tubulus merupakan penghasil sperma.



BAB II
KESIMPULAN

Kriptorkismus merupakan suatu keadaan dimana organ testis tidak dapat turun ke dalam skrotum saat lahir sampai satu atau tahun, setelah lahir baik satu atau kedua testis yang tidak turun.
Kriptorismus merupakan suatu kelainan yang terjadi pada gestasi dan penyebab pasti dari kelainan ini belum diketaui, tetapi diduga bahwa kelainan yang terjadi pada poros hipotalamus-hipofisis-gonad sehingga hormone testosterone yang berperan sebagai stimulus terhadap penurunan testis tidak terbentuk. Akibatnya pada saat pubertas terjadi kegagalan pertumbuhan organ seks sekunder pria karena kita ketahui testis berperan sebagai organ penghasil hormone testosterone. Dan testis juga merupakan organ pembentuk sperma melalui proses spermatogenesis. 
Kriptorkismus dapat diketahui dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta beberapa pemeriksaan penunjang untuk diagnose pasti.
Penanganan Kriptorkismus dapat di lakukan dengan terapi bedah ataupun non bedah dengan pemberian hormonal.
Tujuan dari penatalaksanaan kriptorkismus adalah meningkatkan fertilitas, mencegah torsio testis, mencegah/deteksi awal dari keganasan testis, mengoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia dan mengurangi resiko cedera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubikum.
           

DAFTAR PUSTAKA

·         Corwin J Elisabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan
·         Anonym : Testicular torsion Health Article, available inhttp://www.healthline.com/adamcontent/ testicular_torsion, 28 Desember 2012
·         Minevich.E : Testicular Torsion, Department of Surgery, Division of Pediatric urology, available in http://www.emedicine.com/ med/topic2780htm, 28 Desember 2012
·         Agus (2011).  Kriptorkismus.  http://aguszn.blogspot.com/2011/09/kriptorkismus.html. Diakses pada 28 Desember 2012 pukul 19.00 WIB

HASIL DISKUSI


1.      Apabila kriptorkismus telah dilakukan tindakan untuk ditempatkan pada skrotum, apakah testis tersebut masih bisa berfungsi semestinya??
a.      Tetis masih bisa  berfungsi tetapi tidak seperti yang semestinya, karena telah mengalami keterlambatan dalam berkembang.